"Si, bangun udah jam 6! Itu cucian piring banyak".
"hhmmm"
"Buruan, setrikaan juga numpuk"
Begitulah kira kira suara yang terdengar di setiap hari
libur sekitar tiga tahun lalu dirumah saya.
Kejam. Pikir saya waktu itu. Teganya seorang Ibu merenggut
hari libur anaknya yang hanya didapat seminggu sekali, hari dimana bangun siang
itu dihalalkan.
"Aah aku capek bu, Ersi mau bangun siang aja"
Bukannya membiarkan justru kata kata Ibu semakin panjang dan
tak berujung. Dengan ogah ogahan saya pun mengerjakan apa yang dimintanya.
"Ah ibu mah gak pengertian" gerutu saya lagi.
**
"Si pulang! Kalo maen mbok ya inget waktu, maen seharian kayak gak punya rumah aja"
telepon Ibu di lain hari saat saya berada dirumah teman saya
"Aduuh bu, kan lagi asik, kayak gak tau anak muda
aja". Dan seperti biasa omelannya bertambah panjang, benar benar panjang.
**
Mungkin sekarang saya akan menertawakan peristiwa peristiwa
itu. Tiga tahun terasa cepat berlalu sejak saya memutuskan untuk tinggal jauh
dari rumah untuk pergi ke kota orang. Kadang saya merindukan omelan omelan Ibu
tadi. Iya dulu saya salah besar. Bukan Ibu yang tidak pengertian, bukan juga
Ibu yang tidak asik. Hanya saya yang masih terlalu labil untuk mencerna kata
kata dan omelannya itu.
Dialah Ibu yang lebih tau dan mengerti apa yang baik dan
tidak untuk saya. Waktu itu bukannya Ibu kejam dengan menyuruh saya mencuci
piring, menyetrika ataupun pekerjaan rumah yang lain. Beliau sedang menyiapkan
saya untuk mengahadapi dunia dan segala konspirasinya. Ibu lah yang lebih
mengerti bahwa dunia ini tak hanya sebesar rumah kami --yang apa apa harus
mengandalkan mereka. Dia mengajarkan saya apa itu mencuci piring, menyetrika
sampai apa itu mandiri. Ya dia lebih pengertian dengan menyiapkan saya dengan
segala perintah dan suruhannya.
Bukan. Bukan juga dia tidak asik, dia hanya sedang mengajari
saya apa itu namanya menghargai waktu. Melakukan hal yang lebih penting dari
sekedar bermain dan mengobrol. Dia yang lebih tahu bahwa kehidupan nanti tak
segampang tertawa dan menertawakan orang, atau tak melulu asik seperti acara kumpul
kumpul dan berbisik.
Seperti itulah, sebagian kecil contoh kehebatan ibu yang tak
perlu diragukan lagi. Hingga semesta pun mengakui dan mengrikrarkannya. Tanggal
22 Desember, tepat hari ini adalah hari peringatan untuk pengakuan jasa jasa
Ibu yang mungkin tak bisa didefinisikan lagi oleh kata
kata.Karna memang pada kenyataannya jasa Ibu tidak sebatas kata kata
Masih teringat waktu saya masih kecil dulu. Ketika saya
bangun usai subuh namun beliau sudah tidak ada di tempat tidurnya, kemana si
ibu? Bukannya ini hari minggu dan dia tidak kerja?, pikir saya tiba tiba. Saya
masih terus bertanya tanya sampai matahari sudah setinggi gala, hingga kemudian
sosok yang saya cari itu datang dengan kaki dan tangan dipenuhi lumpur, baju
lusuh dan kotor disertai caping -topi petani- yang dikenakan kepala.
"Ibu tadi abis dari sawah nduk –panggilan nak di daerah Jawa -- pas kamu belum bangun, padinya udah mau panen
daripada nyuruh orang kan ibu bisa panen sendiri, lumayan hasil panennya buat
bayar sekolah kamu". Ya begitulah jawaban tulusnya. Selagi dia bisa dia
akan melakukannya sendiri tanpa mau merepotkan orang lain, apalagi membangunkan
anak dan suaminya yang masih terlelap. Begitulah prinsipnya. Yang nyatanya hal
itu bukan hanya prinsip yang dia ciptakan, lebih dari itu dia telah mengajarkan
apa itu kerja keras dan harus menjadi kuat pada anak anaknya. Dia tak peduli
walau hari masih gelap, walau pekerjaannya terasa berat, dan walaupun
keringatnya menetes banyak. Yang dia tau hanyalah berjuang untuk anak dan
keluarganya.
Masih teringat juga saat dia baru saja mengeluh sakit, badan
panas dan pusing. Namun tak disangka nasi, sayur, lauk dan segala
perlengkapannya sudah tersedia dengan rapi di meja. "Loh bukannya Ibu
sakit? Ini yang masak siapa?"
"Ya walaupun Ibu sakit ibu nggak tega liat kamu
kelaperan, makan sana yang banyak jangan sampai sakit kayak ibu."
Betapa dia menunjukan bahwa seberapapun sakit dan susahnya
dia, Ibu tak mau anaknya merasakan hal sama. Dia selalu mengusahakan dan
mengaharapkan apapun yang terbaik untuk anaknya.
Tak berhenti disitu, hal lain yang saya masih ingat sampai
sekarang adalah saat sore yang hujan dan saya baru pulang sekolah disusul Ibu
yang juga baru pulang kerja dengan seragamnya yang basah. Bukannya berganti
baju yang kering, dia malah menuju ke kamar mandi dan mengambil baju kotor.
“Ibu mau ngapain kok gak ganti baju?”
“Mumpung basah sekalian aja nyuci, baju kamu kan udah pada
abis besok gak kering”.
“Yaudah sini Ersi bantu”.
“Gak usah nduk, hujan dingin kamu masuk aja bikin teh buat
Bapak.”
Lagi, tingkahnya membuat saya geleng geleng kepala. Tentang
bagaimana dia mengajarkan pentingnya sebuah tanggung jawab yang memang harus
dia kerjakan tanpa mengeluh dan sungguh sungguh.
Bukan hanya Ibu saya, tapi saya yakin Ibu Ibu lain di dunia
ini juga akan melakukan hal sama untuk anak anak dan keluarganya. Kira kira
seperti itu cuplikan cuplikan kecil
hebatnya kasih sayang mereka yang saya rasa sulit bagi kita untuk membalasnya
seberapapun kita mencoba.
Hal terbaik membalas kasih sayang nya adalah senantiasa
mendoakannya dan mengusahakan kebahagiannya juga. Meskipun saya sakin kadang
dia menolak saat kita mencoba membelikan baju atau barang kesukaannya. Dengan
tulusnya dia akan berkata, “gak usah beliin yang macem macem, uangnya buat kamu
aja ditabung, liat kamu seneng aja ibu udah seneng banget. Seperti itulah bukti
cinta tulusnya
Semoga besar cintanya untuk kita dibalas dengan besarnya
cinta Allah yang dicurahkan untuk Ibu kita. Semoga setiap keringatnya yang
jatuh untuk kebahagiaan kita -anaknya- dibalas Allah dengan limpahan berkah di
surga. Dan semoga segala hal indah selalu Allah limpahkan untuk ibu kita
tercinta
اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ
صَغِيْرَا
“Wahai Tuhanku,
ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku
diwaktu kecil”.
Selamat hari
ibu, Ibuku
Terima kasih
atas semua besar jasamu
Terima kasih
atas semua kasih sayang dan ketulusanmu
Tetaplah
sehat dalam menjalani harimu
Sampai bisa
kau lihat aku menjadi seperti maumu
Maafkan
anakmu yang tak bisa belikan sesuatu
Setidaknya
tunggu sampai tanggal satu
Sampai
anakmu gajian dulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar