Senin, 21 Desember 2015

CUPLIKAN KASIHMU, IBU





"Si, bangun udah jam 6! Itu cucian piring banyak".
"hhmmm"
"Buruan, setrikaan juga numpuk"
Begitulah kira kira suara yang terdengar di setiap hari libur sekitar tiga tahun lalu dirumah saya.
Kejam. Pikir saya waktu itu. Teganya seorang Ibu merenggut hari libur anaknya yang hanya didapat seminggu sekali, hari dimana bangun siang itu dihalalkan.
"Aah aku capek bu, Ersi mau bangun siang aja"
Bukannya membiarkan justru kata kata Ibu semakin panjang dan tak berujung. Dengan ogah ogahan saya pun mengerjakan apa yang dimintanya. "Ah ibu mah gak pengertian" gerutu saya lagi.
**



"Si pulang! Kalo maen mbok ya inget waktu, maen seharian kayak gak punya rumah aja" telepon Ibu di lain hari saat saya berada dirumah teman saya
"Aduuh bu, kan lagi asik, kayak gak tau anak muda aja". Dan seperti biasa omelannya bertambah panjang, benar benar panjang.
**

Mungkin sekarang saya akan menertawakan peristiwa peristiwa itu. Tiga tahun terasa cepat berlalu sejak saya memutuskan untuk tinggal jauh dari rumah untuk pergi ke kota orang. Kadang saya merindukan omelan omelan Ibu tadi. Iya dulu saya salah besar. Bukan Ibu yang tidak pengertian, bukan juga Ibu yang tidak asik. Hanya saya yang masih terlalu labil untuk mencerna kata kata dan omelannya itu.

Dialah Ibu yang lebih tau dan mengerti apa yang baik dan tidak untuk saya. Waktu itu bukannya Ibu kejam dengan menyuruh saya mencuci piring, menyetrika ataupun pekerjaan rumah yang lain. Beliau sedang menyiapkan saya untuk mengahadapi dunia dan segala konspirasinya. Ibu lah yang lebih mengerti bahwa dunia ini tak hanya sebesar rumah kami --yang apa apa harus mengandalkan mereka. Dia mengajarkan saya apa itu mencuci piring, menyetrika sampai apa itu mandiri. Ya dia lebih pengertian dengan menyiapkan saya dengan segala perintah dan suruhannya.

Bukan. Bukan juga dia tidak asik, dia hanya sedang mengajari saya apa itu namanya menghargai waktu. Melakukan hal yang lebih penting dari sekedar bermain dan mengobrol. Dia yang lebih tahu bahwa kehidupan nanti tak segampang tertawa dan menertawakan orang, atau tak melulu asik seperti acara kumpul kumpul dan berbisik.
Seperti itulah, sebagian kecil contoh kehebatan ibu yang tak perlu diragukan lagi. Hingga semesta pun mengakui dan mengrikrarkannya. Tanggal 22 Desember, tepat hari ini adalah hari peringatan untuk pengakuan jasa jasa Ibu yang mungkin tak bisa didefinisikan lagi oleh kata kata.Karna memang pada kenyataannya jasa Ibu tidak sebatas kata kata

Masih teringat waktu saya masih kecil dulu. Ketika saya bangun usai subuh namun beliau sudah tidak ada di tempat tidurnya, kemana si ibu? Bukannya ini hari minggu dan dia tidak kerja?, pikir saya tiba tiba. Saya masih terus bertanya tanya sampai matahari sudah setinggi gala, hingga kemudian sosok yang saya cari itu datang dengan kaki dan tangan dipenuhi lumpur, baju lusuh dan kotor disertai caping -topi petani- yang dikenakan kepala.
"Ibu tadi abis dari sawah nduk –panggilan nak di daerah Jawa --  pas kamu belum bangun, padinya udah mau panen daripada nyuruh orang kan ibu bisa panen sendiri, lumayan hasil panennya buat bayar sekolah kamu". Ya begitulah jawaban tulusnya. Selagi dia bisa dia akan melakukannya sendiri tanpa mau merepotkan orang lain, apalagi membangunkan anak dan suaminya yang masih terlelap. Begitulah prinsipnya. Yang nyatanya hal itu bukan hanya prinsip yang dia ciptakan, lebih dari itu dia telah mengajarkan apa itu kerja keras dan harus menjadi kuat pada anak anaknya. Dia tak peduli walau hari masih gelap, walau pekerjaannya terasa berat, dan walaupun keringatnya menetes banyak. Yang dia tau hanyalah berjuang untuk anak dan keluarganya.

Masih teringat juga saat dia baru saja mengeluh sakit, badan panas dan pusing. Namun tak disangka nasi, sayur, lauk dan segala perlengkapannya sudah tersedia dengan rapi di meja. "Loh bukannya Ibu sakit? Ini yang masak siapa?"
"Ya walaupun Ibu sakit ibu nggak tega liat kamu kelaperan, makan sana yang banyak jangan sampai sakit kayak ibu."
Betapa dia menunjukan bahwa seberapapun sakit dan susahnya dia, Ibu tak mau anaknya merasakan hal sama. Dia selalu mengusahakan dan mengaharapkan apapun yang terbaik untuk anaknya.

Tak berhenti disitu, hal lain yang saya masih ingat sampai sekarang adalah saat sore yang hujan dan saya baru pulang sekolah disusul Ibu yang juga baru pulang kerja dengan seragamnya yang basah. Bukannya berganti baju yang kering, dia malah menuju ke kamar mandi dan mengambil baju kotor.
“Ibu mau ngapain kok gak ganti baju?”
“Mumpung basah sekalian aja nyuci, baju kamu kan udah pada abis besok gak kering”.
“Yaudah sini Ersi bantu”.
“Gak usah nduk, hujan dingin kamu masuk aja bikin teh buat Bapak.”
Lagi, tingkahnya membuat saya geleng geleng kepala. Tentang bagaimana dia mengajarkan pentingnya sebuah tanggung jawab yang memang harus dia kerjakan tanpa mengeluh dan sungguh sungguh.

Bukan hanya Ibu saya, tapi saya yakin Ibu Ibu lain di dunia ini juga akan melakukan hal sama untuk anak anak dan keluarganya. Kira kira seperti itu  cuplikan cuplikan kecil hebatnya kasih sayang mereka yang saya rasa sulit bagi kita untuk membalasnya seberapapun kita mencoba.
Hal terbaik membalas kasih sayang nya adalah senantiasa mendoakannya dan mengusahakan kebahagiannya juga. Meskipun saya sakin kadang dia menolak saat kita mencoba membelikan baju atau barang kesukaannya. Dengan tulusnya dia akan berkata, “gak usah beliin yang macem macem, uangnya buat kamu aja ditabung, liat kamu seneng aja ibu udah seneng banget. Seperti itulah bukti cinta tulusnya
Semoga besar cintanya untuk kita dibalas dengan besarnya cinta Allah yang dicurahkan untuk Ibu kita. Semoga setiap keringatnya yang jatuh untuk kebahagiaan kita -anaknya- dibalas Allah dengan limpahan berkah di surga. Dan semoga segala hal indah selalu Allah limpahkan untuk ibu kita tercinta


اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”.


Selamat hari ibu, Ibuku
Terima kasih atas semua besar jasamu
Terima kasih atas semua kasih sayang dan ketulusanmu
Tetaplah sehat dalam menjalani harimu
Sampai bisa kau lihat aku menjadi seperti maumu
Maafkan anakmu yang tak bisa belikan sesuatu
Setidaknya tunggu sampai tanggal satu


Sampai anakmu gajian dulu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar