“Dompet gue mana dompet gue” teriak saya dalam hati sambil
mengacak acak tas saya saat berada di kendaraan umum menuju Depok. Gak ada!
Keluh saya pelan sambil terus berpikir tentang urutan kejadian yang tadi saya
alami hingga membuat dompet saya hilang.
Tidak mungkin kalau ketinggalan di kantor, jelas jelas tadi
saya mengambil uang di dompet saat saya di terminal, pikir saya lagi berusaha
keras mengingat ingat. Lalu di bis saya tidur sambil terus memegang tas, tidak
mungkin ada yang mengambil saya yakin. Lalu saya turun bis, dan oh iya saat
turun bis! Ingatan saya langsung tertuju pada laki laki dibelakang saya.
Mungkin ini modus baru pencopetan, pencurian atau apa entah
itu namanya yang belum lama saya alami. Jadi hari Sabtu yang lalu saya
berencana ke rumah teman saya di daerah Depok. Dari kantor saya naik kendaraan
umum seperti yang saya naiki setiap hari, semua terlihat seperti biasa sampai
saat saya berdiri dan bersiap turun. Kebetulan yang turun di tempat itu bukan
hanya saya tapi dengan beberapa penumpang yang lain. Terlihat seorang laki laki
berdiri tepat dibelakang saya dengan ransel besar di depan. Dia mendorong
dorong saya seakan berkata “maju mbak” , saya pun maju dua langkah, namun laki
laki itu tetap terus mendorong saya. “Sabar pak” pikir saya dalam hati, hingga
bis berhenti di tempat pemberhentian. Saya pun melangkahkan kaki untuk turun
namun tiba tiba terhenti saat seorang laki laki lain yang-entah-datang-dari-mana
hampir menabrak saya. Saya mematung beberapa detik sampai dia bilang “maaf
mbak” lalu pergi. Saya pun hanya mengangguk dan berjalan menuju kendaraan umum
lain. Setelah itu saya baru sadar dompet saya hilang. Ya mereka berdua! laki
laki yang mendorong saya tadi mungkin sudah berhasil membuka tas saya dan saat
laki laki yang lain menabrak saya dia berhasil mengambilnya. What a conspiracy!
Jadi hati hati terhadap apapun modus pencopetan.
Saya pun menarik napas panjang, perjalanan ke Depok yang
biasanya hanya satu jam itu, hari itu seperti seharian, karena sepanjang jalan
saya memikirkan dompet saya. Bukan karena uangnya yang banyak, karena kebetulan
waktu itu isi uang dalam dompet tidak sampai 100rb. Tapi lebih kepada KTP,
Kartu Mahasiswa, Kartu Rumah Sakit dan ATM. Ya ATM! Memang uang saya di dompet
hanya sedikit, tapi semua uang saya ada di ATM, sedangkan mengurus ATM harus
ada KTP. Mengurus KTP, ATM, KTM dll tidak cuma butuh waktu sehari, harus ke
kelurahan, ke bank, ke kampus dll. Saya mencoba menengkan diri, “Gakpapa si,
bisa diurus pelan pelan, tenang tenang”. Yah bukankah rejeki itu hanya titipin
Tuhan, apalagi Cuma surat surat kecil itu, pikir saya kemudian. Lagi pula bukan
kah Allah sudah berjanji tidak akan mengambil tanpa memberi yang lebih baik,
isn’t it?
Dan benar saja kata kata itu tepat adanya. Setelah sampai di
rumah teman saya, saya menceritakan kejadian tadi pada dia dan mamanya. Rejeki
tak selalu tentang uang pikir saya kemudian.
“Nginep sini aja si, kan tugasnya belum selesai, tante udah
masak banyak nih, lagian kan kamu gak pegang uang, hayooo”. Begitulah kira kira
tawaran mama teman saya yang membuat saya merasa dirumah sendiri mengingat saya
tinggal jauh dari keluarga. Perlakuan yang menenangkan saya di tengah tengah “kebingungan
dompet” dan sambutan hangat yang membuat nyaman. Bukan hanya ucapan, namun saat
pulang beliau memberi saya uang dan menyiapkan bekal makan malam untuk di kos. I Love you from to the moon and
back Dian, Tante.
Dan rejeki lain dari kehilangan dompet ini adalah, saya jadi
tahu mana teman dan mana sahabat saya. Meraka yang benar benar ada saat keadaan
susah, bukan hanya senang.
Ketika teman
bertanya
A : Kenapa si?
M : Dompet gue ilang
A : Ya ampun kok bisa? sabar ya
Dan ketika
sahabat bertanya
A : Kenapa si?
M : Dompet gue ilang
A : Yaudah tenang, elu butuh berapa? Surat mah
ntar dibantuin ngurus, tenang aja
You see the difference?
Karena selalu ada hal baik di dalam hal buruk :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar