“Gue pengen ke Bali
nih liat pantai sama foto di tempat- tempat keren, pasti seneng deh, tapi lagi
bokek sekarang, kapan ya bisa kesana”
“Gue bulan depan mau ke
jogja dong, udah pesen tiket kereta, pasti bakal seru.”
“Lah kalo gue mah di
kamar dengerin lagu sama nonton film juga udah seneng”
Begitulah sepenggal obrolan beberapa anak muda yang mencoba
mendiskripsikan kebahagian mereka masing masing, anggap saja saya ada di salah
satu obrolan itu. Deskripsi bahagia dari satu orang ke orang lain tentu berbeda
– beda, mereka mempunyai standar dan syarat sendiri agar mereka bisa mengatakan
bahwa mereka “BAHAGIA”.
Ada yang standar kebahagian mereka tinggi hingga harus
melewati beberapa tahap dan pencapain pencapaian tertentu baru bisa dikatakan
mereka “BAHAGIA”, misal
“Gue mau lulus kuliah
dulu, dapat kerjaan bagus, duit banyak, beli mobil, beli rumah, pasti bakal
bahagia banget.”
“Pokoknya gue harus
jadi Guru biar gue seneng”
Memang tidak salah kita mempunyai standar yang tinggi untuk
kebahagiaan, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah saat kita mempunyai
standar kebahagiaan yang tinggi namun tidak diimbangi dengan usaha yang tinggi
pula, bisa jadi standar kita nanti justru bukan membawa pada kebahagiaan tapi pada kegalauan. Gimana mau ke Bali kalau tiap
hari kerjaannya jajan bukan nabung, gimana mau lulus kuliah cepet, mau punya
rumah sama mobil kalau tiap hari kerjaannya main main, Isnt it?
Sebelum menuju pada kebahagian kebahagian yang besar, bukan
kah tidak ada salahnya kita menyicilnya dengan kebahagian kebahagian yang kecil
dulu? Banyak orang yang bilang bahagia itu sederhana, sebut saja seperti status
status sosmed anak gaul jaman sekarang misalnya :
“Bahagia itu
sederhana, nyampe kantor setengah jam lebih cepet”
Atau
“Bahagia itu seharian
nonton video Big Bang tanpa ada yang ganggu, sesimple itu”
Atau mungkin
Dan kebahagian kebahagian kecil lain.
Dan kalo dipikir ada benarnya juga status anak anak gaul
diatas, kebahagian kecil setiap harinya akan membawa kebahagian besar nantinya.
Ibarat menabung, sedikit demi sedikit kebahagiaan lama lama akan menjadi
berbukit bukit kebahagiaan. Jika kebahagian terbesar kita adalah lulus kuliah
tidak ada salahnya menyicil kebahagian itu dengan bahagia datang ke kampus tiap
hari (bukan malas datang ke kampus tiap hari, bukan).
Jika kebahagian terbesar kita bisa pergi ke Paris dan Museum
Louvre kita bisa menyicilnya bekerja dengan senang hati setiap hari (atau gak gak
ke Sumarecon bekasi aja dulu eeh).
Museum Louvre |
Sumarecon Bekasi |
Sama seperti halnya jambu ini, bagi sebagian orang jambu
sama sekali tak nampak seperti kebahagiaan, tapi jika dipikir lagi jambu ini adalah
kebahagian saya dulu, dulu saat saya masih kelas 2 sd. Waktu itu kebahagiaan
saya adalah jambu, saya menyicilnya dengan naik pohon satu demi satu tapak
panjatan. Karena jambu ini saya menjadi punya alasan untuk naik pohon, karena
jambu ini saya tidak takut ketinggian, karena jambu ini saya bisa berjam jam
merasakan sensasi ngobrol dan makan diatas pohon, dan karena jambu ini lah saya
mendapatkan hal hal baru tadi. Bahagia
dengan hal sesederhana itu.
Ya kebahagian itu cuma satu “BAHAGIA” hanya saja dengan
deskripsi yang berbeda beda. Jika kebahagiaan itu terlalu besar kita bisa
menyederhanakannya sampai kebahagiaan terbesar kita tercapai. Kebahagiaan kita
sendiri yang menciptakan, bahagia kita sesederhana deskripsi kita. Jadi tidak
ada salahnya selalu bahagia setiap hari dengan hal hal sederhana sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar