Jumat, 30 Oktober 2015

BAHAGIA KITA SESEDERHANA DESKRIPSI KITA




“Gue pengen ke Bali nih liat pantai sama foto di tempat- tempat keren, pasti seneng deh, tapi lagi bokek sekarang, kapan ya bisa kesana”

“Gue bulan depan mau ke jogja dong, udah pesen tiket kereta, pasti bakal seru.”

“Lah kalo gue mah di kamar dengerin lagu sama nonton film juga udah seneng”

Begitulah sepenggal obrolan beberapa anak muda yang mencoba mendiskripsikan kebahagian mereka masing masing, anggap saja saya ada di salah satu obrolan itu. Deskripsi bahagia dari satu orang ke orang lain tentu berbeda – beda, mereka mempunyai standar dan syarat sendiri agar mereka bisa mengatakan bahwa mereka “BAHAGIA”.
Ada yang standar kebahagian mereka tinggi hingga harus melewati beberapa tahap dan pencapain pencapaian tertentu baru bisa dikatakan mereka “BAHAGIA”, misal

“Gue mau lulus kuliah dulu, dapat kerjaan bagus, duit banyak, beli mobil, beli rumah, pasti bakal bahagia banget.”

“Pokoknya gue harus jadi Guru biar gue seneng”

Memang tidak salah kita mempunyai standar yang tinggi untuk kebahagiaan, tidak salah sama sekali. Yang salah adalah saat kita mempunyai standar kebahagiaan yang tinggi namun tidak diimbangi dengan usaha yang tinggi pula, bisa jadi standar kita nanti justru bukan membawa pada kebahagiaan  tapi  pada kegalauan. Gimana mau ke Bali kalau tiap hari kerjaannya jajan bukan nabung, gimana mau lulus kuliah cepet, mau punya rumah sama mobil kalau tiap hari kerjaannya main main, Isnt it?
Sebelum menuju pada kebahagian kebahagian yang besar, bukan kah tidak ada salahnya kita menyicilnya dengan kebahagian kebahagian yang kecil dulu? Banyak orang yang bilang bahagia itu sederhana, sebut saja seperti status status sosmed anak gaul jaman sekarang misalnya :

“Bahagia itu sederhana, nyampe kantor setengah jam lebih cepet”
Atau

“Bahagia itu seharian nonton video Big Bang tanpa ada yang ganggu, sesimple itu”
Atau mungkin

“Bahagia itu sederhana, makan angkringan sama pacar misalnya”
(kalo yang jomblo mah pedih eehh)

Dan kebahagian kebahagian kecil lain.

Dan kalo dipikir ada benarnya juga status anak anak gaul diatas, kebahagian kecil setiap harinya akan membawa kebahagian besar nantinya. Ibarat menabung, sedikit demi sedikit kebahagiaan lama lama akan menjadi berbukit bukit kebahagiaan. Jika kebahagian terbesar kita adalah lulus kuliah tidak ada salahnya menyicil kebahagian itu dengan bahagia datang ke kampus tiap hari (bukan malas datang ke kampus tiap hari, bukan).
Jika kebahagian terbesar kita bisa pergi ke Paris dan Museum Louvre kita bisa menyicilnya bekerja dengan senang hati setiap hari (atau gak gak ke Sumarecon bekasi aja dulu eeh).

Museum Louvre

Sumarecon Bekasi

Sama seperti halnya jambu ini, bagi sebagian orang jambu sama sekali tak nampak seperti kebahagiaan, tapi jika dipikir lagi jambu ini adalah kebahagian saya dulu, dulu saat saya masih kelas 2 sd. Waktu itu kebahagiaan saya adalah jambu, saya menyicilnya dengan naik pohon satu demi satu tapak panjatan. Karena jambu ini saya menjadi punya alasan untuk naik pohon, karena jambu ini saya tidak takut ketinggian, karena jambu ini saya bisa berjam jam merasakan sensasi ngobrol dan makan diatas pohon, dan karena jambu ini lah saya mendapatkan hal hal baru tadi.  Bahagia dengan hal sesederhana itu.


Ya kebahagian itu cuma satu “BAHAGIA” hanya saja dengan deskripsi yang berbeda beda. Jika kebahagiaan itu terlalu besar kita bisa menyederhanakannya sampai kebahagiaan terbesar kita tercapai. Kebahagiaan kita sendiri yang menciptakan, bahagia kita sesederhana deskripsi kita. Jadi tidak ada salahnya selalu bahagia setiap hari dengan hal hal sederhana sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar