Jumat, 21 November 2014

TUGAS AGAMA "KONSEP MANUSIA SEBAGAI CIPTAAN YANG SEMPURNA DALAM ISLAM"

KONSEP MANUSIA SEBAGAI CIPTAAN YANG SEMPURNA DALAM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan paling sempurna dibandingkan dengan Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dan makhluk lainnya. Dari kesempurnaan itu banyak sifat dan karakteristik manusia yang tidak dimiliki makhluk lain.  Ada beberapa tahapan dalam proses penciptaan manusia itu sendiri. Mulai dari alam kandungan sampai lahir di  dunia.
Allah menciptakan manusia bukan tanpa alasan. Ada peranan – peranan yang seharusnya bisa dilakukan di bumi ini. Selain peranan itu manusia  mempunyai kedudukan  yang  sudah digariskan Allah dan seharusnya menjadi amanah dan kodrat manusia di bumi.
            Dari sinilah penulis ingin mempelajari lebih jauh lagi tentang kesempurnaan manusia ditinjau dari sudut pandang Islam. Dalam makalah ini akan dijelaskan konsep manusia dari berbagai perspektif, proses penciptaan manusia, peranan dan kedudukannya bagi alam semesta serta karakteristik serta eksistensinya.


1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep manusia ditinjau dari berbagai perspektif ?
b. Bagaimana proses penciptaan manusia ?
c. Apa saja peranan dan kedudukan manusia bagi alam semesta ?
d. Bagaimana Eksistensi dan Karakteristik keistimewaan manusia ?


1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
a. Untuk mengetahui konsep manusia dari berbagai perspektif
b. Untuk Menjelaskan proses penciptaan manusia
c. Untuk mengetahui peranan dan kedudukan manusia bagi alam semesta
d. Untuk mengetahui eksistensi dan karaktristik keistimewaan manusia



BAB II
PEMBAHASAN

2.1Konsep Manusia dalam Berbagai Perspektif

1.      Manusia Menurut Pandangan Ilmu Pengetahuan


Kehadiran manusia pertama tidak terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta. Asal usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari teori tentang spesies lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi.
            Manusia pada hakekatnya sama saja dengan mahluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia dibanding dengan mahluk lain.
Manusia sebagai salah satu mahluk yang hidup di muka bumi merupakan mahluk yang memiliki karakter paling unik. Letak perbedaan yang paling utama antara manusia dengan makhluk lainnya adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan. Kebudayaan hanya manusia saja yang memilikinya, sedangkan binatang hanya memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif.
Dibanding dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan.kelebihan itu membedakan manusiadengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik di darat, di laut, maupun di udara. Sedangkan binatang hanya mampu bergerak di ruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak di darat dan di laut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia.

2.      Manusia Menurut Pandangan Filsafat
Setidaknya ada empat pandangan yang berbicara mengenai hakikat manusia dalam pandangan filsafat:

a.       Aliran serba Zat
Aliran ini mengatakan bahwa apa yang disebut ruh atau jiwa, pikiran, perasaan (tanggapan, kemauan, kesadaran, ingatan, khayalan, asosiasi, penghayatan dan sebagainya) dari zat atau materi yaitu sel-sel tubuh. Kebahagiaan, kesenangan dan sebagainya juga berasal dari materi (Pandangan Materialistis). Hal-hal yang bersifat ukhrowi (akhirat) dianggap sebagai khayalan belaka.

b.      Aliran Serba Ruh
Merupakan lawan dari aliran serba zat. Mereka mengatakan bahwa yang ada dalam manusia sebenarnya adalah ruh. Sedang zat hanya manifestasi ruh di dunia ini. Hal ini berdasarkan bukti bahwa ruh lebih tinggi nilainya daripada zat.

c.       Aliran Dualisme
Aliran yang berpendapat bahwa manusia adalah makhluk dualisme, terdiri dari ruh dan badan (Zat). Antara keduanya terjadi hubungan kausalitas. Ruh dan badan berbeda dan tidak bergantung satu sama lain. Degan artian ruh tidak berasal dari badan, begitu pula sebaliknya.

d. Aliran Eksistensialisme
Aliran yang terakhir ini terfokus kepada mana yang merupakan eksistensi atau wujud dari manusia, apa yang menguasai manusia secara menyeluruh, dan cara beradanya manusia di dunia ini. Aliran ini timbul dari pemikiran para ahli filsafat modern.

3.  Manusia menurut pandangan Islam
Manusia menurut pandangan islam dapat kita lihat dari al-Qur’an dan al-hadist adalah sebagai berikut :
a.       Al - Insan
Al Insan berkaitan erat dengan kemampuan penalaran manusia. Ia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui benar dan salah, dan terdorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Sedang insan dilihat dari kata nasiya berarti lupa, yang berkaitan dengan kesadaran manusia.  Dapat disimpulkan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kaitan erat dengan pendidikan jika di artikan dengan anasa, sebagai makhluk yang pelupa, dan sebagai makhluk yang tidak liar serta memiliki tata aturan etik, sopan santun dan berbudaya.
b.      Al - Basyar
 Alqur’an juga menyebut manusia sebagai basyar. Kata basyar mengacu pada aspek lahiriyah manusia bentuk tubuh, makan, minum dan kemudian mati. Kata insan menunjukan kepada kualitas pemikiran dan kesadaran, sedang kata basyar digunakan untuk menunjukan pada dimensi alamiah manusia, yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, seperti makan, minum dan kemudian mati.

c.        An-Nas
Disini An-Nas manusia sebagai makhluk sosial mengutamakan keharmonisan bermasyarakat.
Karena manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesis di dunia ini, menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-naas.

2.2  Proses Penciptaan Manusia dalam Kehidupan di Dunia

Yang akan kami bicarakan berikut ini menyangkut proses penciptaan manusia dalam kehidupan di dunia.
Lebih lanjut, pandangan Islam mengenai proses kejadian manusia dapat dilihat dalam surat al-Mukminun 12-14:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah."(Q.S. Al- mu'minun : 12)

ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
"Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)."(Q.S. Al- mu'minun : 13)

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik."(Q.S. Al- mu'minun : 14)
Dan juga surat ash-Shad ayat 72
﴿۷۲﴾فَاِذَا سَوَّيۡتُهٗ وَنَفَخۡتُ فِيۡهِ مِنۡ رُّوۡحِىۡ فَقَعُوۡا لَهٗ سٰجِدِيۡنَ
72. Maka apabila Telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".
Di dalam al_Hadit juga dijelaskan mengenai proses kejadian manusia, Rosulallah SAW bersabda: “Bahwasannya seorang kamu dihimpunkan kejadiannya di dalam perut ibu selama 40 hari, kemudian merupakan laqah (segumpal darah) seumpama demikian (selama 40 hari), kemudian merupakan mudgatan (segumpal daging) seumpama demikaian (selama 40 hari). Kemudian allah mengutus seorang malaikat, maka diperintahkan kepadanya (malaikat) empat perkataan dan dikatakan kepada malaikat engkau tuliskanlah amalnya, dan rizkinya dan azalnya, dan celaka atau bahagianya. Kemudian ditiupkanlah kepada makhluk itu ruh” (H.R Bukhari)
Di sini dapat dikatakan bahwa manusia terdiri dari dua substansi yaitu materi yang berasal dari bumi dan ruh yang berasal dari tuhan. Berbeda dari malaikat yang hanya merupakan makhluk ruhaniyah (bersifat ruh semata) dan hewan, makhluk yang bersifat jasad material.
Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Melalui sunahnya, Nabi Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia, antara lain dalam hadits berbunyi sebagai berikut:

Artinya : “Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai muthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah (segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim itu (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari jiwa dan raga, berwujud fisik dan ruh (ciptaan) Allah. Sebagai makhluk illahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui 5 tahap, masing-masing tahap tersebut “alam” yaitu :
1) Di alam ghaib (alam ruh atau arwah)
2) Di alam rahim
3) Di alam dunia (yang fana ini)
4) Di dalam barzakh dan
5) Di alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh) manusia.
Tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang manusia, bahkan manusia adalah makhluk pertama yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al-Alaq: 1-5). Di satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud: 3), mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43). Manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing (Q.S. Al-Ahzab: 72; Al-Ihsan : 2-3). Ia diberi kesadaran moral untuk memilih mana yang baik mana yang buruk, sesuai dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu (Q.S. Asy-Syams(91):7-8). Manusia dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lain (Q.S. Al-Isra:70), diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tiin(95):4)
Namun disisi lain, manusia ini juga mendapat celaan Tuhan, amat aniaya dan mengikari nikmat (Q.S. Ibrahim: 34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj: 67) dan kelemahan lain yang telah disebut didepan. Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat tercela.
Al-Qur’an seperti telah disebut di muka, menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya (Q.S. Sad: 71-72). Dengan “tanah” manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-makhluk lain sehingga butuh makanan, minuman, dan sebagainya. Dengan ruh (ciptaan) Tuhan, ia diantar kearah tujuan non materi yang tidak terbobot, tidak bersubstansi dan tidak dapat diukur di laboratorium, tidak dikenal oleh alam materi.
Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi dan perannya sebagai khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT mencakup tiga poin yaitu belajar, mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu. Tenggung jawab manusia sebagai khalifah Allah adalah mewujudkan kemakmuran di muka bumi, mengelola dan memelihara bumi.




2.3  Peranan dan Kedudukan Manusia bagi Alam Semesta

A.    Peran Manusia Menurut Islam
Berpedoman kepada QS Al Baqarah 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.

Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan Allah, diantaranya adalah :
1.      Belajar
adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu dalam Al-Qur’an belajar yang dinyatakan pada ayat pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an. Selain Ilmu agama kita juga harus belajar ilmu yang bemanfaat bagi kita,  Rasulullah SAW bersabda :
أُطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّهْدِ
 “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat”.
2.      Mengajarkan ilmu
Rasulullah bersabda :
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”
Maksudnya kita harus mengajarkan atau menyampaikan ilmu yang kita miliki walaupun sedikit agar bermanfaat untuk orang lain.

3.       Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya untuk disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri dahulu agar membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.

B.     Kedudukan Manusia bagi Alam Semesta
a.       Manusia Sebagai Abdul Allah
Dalam konteks konsep Abdul Allah, manusia harus menyadari betul akan dirinya sebagai abdi. Hal ini berati bahwa manusia harus menempatkan dirinya sebagai yang dimiliki, tunduk dan taat kepada semua ketentuan pemiliknya, yaitu allah SWT.
Musya Asy’arie (dikutip oleh Ramayulis) mengatakan bahwa esensi hamba adalah ketaan,ketundukan dan kepatuhan yang kesemuanya itu hanya layak diberikan kepada Tuhan. Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya.
Manusia diciptakan Allah tidak lain kecuali agar menyembah kepada-Nya. Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah dan menghambakan diri kepada Allah yang disebut ibadah mahdlah ( ibadah primer ) dan manusia juga wajib berhubugan dengan sesaman makhluk yang disebut ibadah ghairu mahdlah ( ibadah sekunder ).
Islam telah memberi petunjuk kepada manusia tentang tatacara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran islam.
 Dengan demikian, kepercayaan dan ketergantungan manusia dengan tuhannya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.

A.       Manusia Sebagai Kholifah Allah
Al-Qur’an tidak memandang manusia sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan, atau tercipa dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban satu tugas sebagai khalifah di muka bumi ini, sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi (QS. 2 :30). Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik. M. Quraisy Shihab menyimpulkan bahwa kata khalifah itu mencakup dua pengertian :
1.   Orang yang diberi kekuasaan untuk mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas.
2. Khalifah memilki potensi untuk mengemban tugasnya, namun juga dapat berbuat kesalahan dan kekeliruan.
Beranjak dari pemahaman bahwa ada dua unsur sehubungan dengan makna khalifah yakni unsur internal (mengarah pada hubungan horizontal) yang berkaitan dengan manusia, alam raya dan antar manusia dengan alam raya. Dan unsur eksternal (kaitannya dengan hubungan vertical) yaitu penugasan  Allah kepada manusia sebagai mandataris Allah dan pada hakekatnya eksistensi manusia dalam kehidupan ini adalah membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini sesuai dengan kehendak penciptanya.
            Tugas kekhalifahan tersebut memang sangat berat. Selain itu, dari tugas tersebut menggambarkan bahwa akan kedudukan manusia selaku makhluk ciptaanNya yang paling mulia. Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Banyak ayat yang menjelaskan tentang apa saja yang harus dilakukan oleh khalifatullah, bagaimana manusia melaksanakan ibadah, dan bagaimana manusia bisa mencapai kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan.
Jika kita menyadari diri kita sebagai khalifah Allah, sebenarnya tidak ada satu manusia pun di atas dunia ini yang tidak mempunyai “kedudukan” ataupun “jabatan”. Jabatan-jabatan lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran dari jabatan pokok sebagai khalifatullah.
            Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah secara resmi adalah dimulai pada usia akil baligh sampai kita dipanggil kembali oleh Allah. Manusia diciptakan oleh Allah di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Pada dasarnya, semua makhluk Allah di atas bumi ini beribadah menurut kondisinya. Paling tidak, ibadah mereka itu adalah bertasbih kepada Allah. Disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah:

Yushabbihu lillahi ma fissamawati wama fil ardh.
Bebatuan, pepohonan, gunung, dan sungai misalkan, semuanya beribadah kepada Allah dengan cara bertasbih. Dari sejak awal, ternyata manusia itu sebelum ada rohnya, atau pada saat rohnya akan ditiupkan, maka Allah menanyakan dahulu apakah si janin mau mengakui-Nya sebagai Tuhan. Jadi, janin tersebut beribadah menurut kondisinya, yaitu dengan bertasbih kepada Allah. Tidak ada makhluk Allah satupun yang tidak bertasbih kepada-Nya.
Setiap detik dari kehidupan kita ini harus diarahkan untuk beribadah kepada Allah, seperti ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya:

Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa li ya’budu.

“Tidak Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada-Ku.”
Kalau begitu, sepanjang hayat kita sebenarnya adalah untuk beribadah kepada Allah.

2.4  Eksistensi dan Karakteristik Keistimewaan Manusia

A.    Karakteristik
Manusia diciptakan Allah dengan sifat-sifat dan karakter khusus yang berbeda dengan makhluk lainnya. Karakter inilah yang menyebabkan manusia memiliki konsekuensi-konsekuensi kemanusiaan diantaranya kesadaran, tanggung jawab dan pembalasan. Diantara karakter-karakter manusia itu adalah:
·         Aspek Kreasi
Apapun yang ada pada tubuh manusia sudah dirakit dalam suatu tatanan yang terbaik dan sempurna. Hal ini bisa dibandingkan dengan makluk lain dalam aspek penciptaannya. Mungkin banyak kesamaan, tetapi anggota-anggota tubuh pada manusia bersifat lebih fungsional daripada organ-organ tubuh makhluk lainnya. Allah berfirman dalam QS. al-Tin ayat: 4.
لَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ فِىٓ أَحۡسَنِ تَقۡوِيمٍ۬
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk" (QS. al-Tin: 4)

·         Aspek Ilmu
Hanya manusia yang mungkin punya kesempatan memahami lebih jauh hakikat alam semesta di sekelilingnya. Pengetahuan hewan hanya terbatas pada naluri dasar yang tidak bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pengajaran. Tetapi manusia menciptakan kebudayaan dan peradaban yang terus berkembang. Firman Allah:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا
"Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) keseluruhannya... (QS. al-Baqarah: 31)
·         Aspek Kehendak
Manusia memiliki kehendak yang menyebabkan bisa mengadakan pilihan-pilihan dalam hidup. Mak hluk lain hidup dalam satu pola yang telah baku dan tak pernah berubah. Para malaikat yang mulia tak akan pernah menjadi makhluk yang sombong dan maksiat, misalnya. Manusia memiliki kehendak untuk memilih berbagai alternatif yang akan berujung kepada tanggungjawab:
إِنَّا هَدَيۡنَـٰهُ ٱلسَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرً۬ا وَإِمَّا كَفُورًا
"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya (manusia) jalan yang benar, ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur..." (QS. al-Insan: 3).

·     

Pengarahan Akhlak



Manusia adalah makhluk yang dapat dibentuk akhlaknya. Ada manusia yang sebelumnya baik-baik, tetapi karena pengarah lingkungan tertentu dapat menjadi seorang penjahat. Demikian pula sebaliknya. Oleh sebab itu lembaga-lembaga pendidikan diperlukan manusia untuk mengarahkan kehidupan generasi yang datang.







B. EKSISTENSI



Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Sehingga karena kesempurnaannya itu lah Allah menjadikan manusia sebagai wakilnya di bumi ini.



a. Manusia Sebagai Makhluk Sosial


Manusia sebagai maklhuk sosial merupakan suatu fitrah atau ketetapan dari Allah, manusia tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya dukungan dari makhluk lain di sekitarnya. Allah lebih mengetahui kondisi ciptaannya sendiri, dengan demikian Dia menciptakan wanita sebagai pasangan dari laki-laki, dengan tujuan agar kehidupan mereka bisa lebih tentram dan dapat saling memenuhi kebutuhannya sehingga tercapai suatu kebahagiaan.



Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, karena memang manusia diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi, bermasyarakat, bersilaturahmi dengan sesama serta dapat saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhannya.


Kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan dasar (naluri) manusia itu sendiri yang dinamakan Gregariousness. Maka dengan demikian manusia merupakan makhluk sosial ( Homo Socius) yaitu makhluk yang selalu ingin berinteraksi dengan sesama/ bergaul. Adapun ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama sesamanya dinamakan ilmu sosiologi.



b. Manusia sebagai Wakil Tuhan di Muka Bumi.


Manusia merupakan khalifah di bumi ini, diciptakan oleh Allah dengan berbagai kelebihan dan kesempurnaan yang menyertainya. Kita diberi akal pikiran dan juga hawa nafsu sebagai pelengkapnya. Manusia telah diberikan berbagai fasilitas di muka bumi sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia. Semua yang kita perlukan telah terhampar di alam semesta, manusia hanya perlu mengelolanya saja.


Dalam kelangsungan hidup manusia terjadi berbagai perkembangan di dunia, semakin kompleksnya kebutuhan manusia, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan terciptanya berbagai mesin-mesin dan berbagai alat komunikasi yang membantu meringankan kehidupan dan pekerjaan manusia. Didorong dengan nafsu keserakahannya, manusia hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, negara hanya berpikir untuk memajukan perekonomian dan pembangunan besar-besaran diberbagai sektor, tanpa memikirkan dampak lingkungan yang diakibatkan dari apa yang dilakukan manusia. Ini tidak lepas dari tingkat kesadaran masyarakat dan juga desakan ekonomi yang juga menuntut masyarakat berusaha untuk memenuhi kebutuhannya tanpa menghiraukan dampak lingkungan yang diakibatkan.











BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia diartikan sebagai makhluk Allah SWT yang memiliki unsur dan jiwa yang arif, bijaksana, berakal, bernafsu, dan bertanggung jawab pada Allah SWT dalam agama Islam. Manusia memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan makhluk lain karena pada manusia terdapat daya berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.

Manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain, salah satu buktinya adalah kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan godaan syetan sedangkan kepatuhan malaikat kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki hawa nafsu . Oleh karena itu sebagai manusia (makhluk ciptaan Allah) seharusnyalah kita senantiasa bersyukur atas karunia dan kasih sayang-Nya, karna salah satu kunci kesuksesan adalah bersyukur.

Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).

Sebenarnya Al Quran sudah membahas semua hal mengenai fungsi, peran dan tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami Al Quran agar dapat memahami apa fungsi, peran dan tanggung jawabnya sebagai manusia, sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh makna.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar