Selasa, 01 Maret 2016

PAPER TOWN, JOHN GREEN




Paper Town adalah buku kedua John Green yang di filmkan setelah The Fault in Our Star. Dan tentu saja alasan pertama saya membaca buku ini karena ingin membaca karya lain John Green yang menurut saya sangat keren di TFIOS. Untuk benar benar menikmati karya John Green yang lain ini saya memilih untuk membaca versi asli yang belum diterjemahkan alias versi Bahasa Inggris. Meskipun saya harus repot membuka kamus dan harus membaca ulang kalimat agar memahami maksudnya, tapi saya rasa ini terbayar saat tahu bagaimana kerennya susunan kata khas John Green yang lucu, frontal tapi penuh Metafora itu.

Secara garis besar Paper Town menceritakan tentang  dua orang remaja yang sudah bertetangga sejak kecil namun mempunyai sikap dan karakter yang sangat berbeda.


Margo Roth Spiegelman adalah orang yang menyukai misteri, tantangan dan petualangan bahkan sejak ia masih kecil. Dia gadis pemberani  dan pencari kebebasan. Tak peduli akan mengkhawatirkan orang lain selama dia bahagia dia akan melakukan hal hal itu.

“Margo always loved mysteries. And in everything that came afterward, I could never stop thinking that maybe she loved mysteries so much that she became one.”

Lalu Quentin Jacobsen atau biasa dipanggil Q adalah orang yang takut mengambil resiko. Hidup pada rutinitas sehari-hari yang datar,  suka bermain game dan bisa  dikatakan Q hidup dalam zona nyamannya. Baginya hidup adalah tentang  masuk sekolah, mengerjakan PR, dapat nilai bagus, masuk universitas ternama, pekerjaan menjanjikan, punya anak istri, dan hidup mapan. Dia tak mau pusing menghadapi tantangan atau mengahadapi hal hal yang merusak tatanan rutinitasnya itu.

“I think maybe the reason I have spent most of my life being afraid is that I have been trying to prepare myself, to train my body for the real fear when it comes. But I am not prepared “- Quentin

Saat mereka kecil mereka pernah menemukan mayat laki laki dipinggir danau daerah Jefferson Park. Dengan antusiasnya Margo kecil mencoba menyelidiki misteri kematian laki laki itu dan mengumpulkan informasi. Kemudian dia mengajak Quentin untuk ikut menyelidiki  juga, namun Q memilih mundur dan tidak mau hal hal misterius mengganggu pikirannya. Hal itu yang membuat hubungan  mereka renggang, meski satu sekolah saat SMA mereka tak pernah bertegur sapa atau bermain bersama lagi.  Margo  menjadi gadis populer di sekolahnya dan punya teman teman yang keren pula. Kalau bahasanya John Green “She is a Hot Girl”. Sementara Quentin dan kedua sahabatnya Ben dan Radar berada di Zona anak biasa yang tidak terkenal  atau “Geek Boys”.

Namun suatu malam keadaan berubah. Saat tengah malam tiba tiba Margo masuk ke kamar Q lewat jendela dan meminta kunci mobil Quentin. Dia mengajak Q untuk membantunya melakukan misi balas dendam pada pacarnya Jase yang selingkuh dengan sahabatnya Becca. Malam itu menjadi malam tak terlupakan bagi Q, untuk pertama kalinya ia keluar dari zona nyamannya dan melakukan hal hal gila untuk mengerjai orang  di malam hari bersama Margo. Untuk pertama kalinya ia merasakan jantungnya  berdetak hebat namun dia merasa bebas. Dia berharap dengan hal ini hubungannya dengan Margo bisa membaik  untuk keesokan hari dan seterusnya.

Tak berhenti disitu, justru  keesokan harinya kita akan dibuat terkejut karena tiba tiba Margo menghilang. Dia meninggalkan beberapa klue untuk dipecahkan agar bisa menemukan dirinya. Quentin yang merasa kehilangan dan baru menyadari betapa dia sangat menyukai Margo kemudian berusaha keras untuk memecahkan klue klue tersebut. Dari sinilah petualangan petualangan lain Quentin dimulai. Jika di TFIOS John Green menggunakan sastra buku An Imperial Affliction untuk menghubungkan Hazel dan Augustus. Maka di Paper Town ini John Green menggunakan Puisi Song Of My Life dari Whitman untuk menjadi klue yang ditinggalkan Margo. Puisi ini  berisi kata kata kiasan sastra dan penuh metafora tentang kehidupan.  

Selain puisi, klue lain adalah  Margo juga pernah berujar tentang keinginannya untuk pergi ke Paper Town atau kota kertas, yang secara singkat berarti metafora dari kota palsu (bukan kota dalam arti sebenarnya) untuk menyebut tempat / bangunan kosong yang belum selesai dibangun atau tempat kosong yang  terabaikan. John Green menyebutnya dengan “Pseudivision”.

“She kind of hates Orlando; she called it a paper town. Like, you know, everything so fake and flimsy. I think she just wanted a vacation from that.”

Dengan segala klue yang ditemukan, Quentin dan teman-temannya berusaha mencocokan klue itu kemudian mendatangi tempat tempat baru sesuai klue. Meski beberapa kali sempat gagal dan salah menerjemahkan klue namun petualangan mereka seru untuk diikuti.

Dari segi cerita Paper Town jelas berbeda dengan The Fault In Our Star, novel ini lebih menekankan pada pencarian jati diri remaja dan tentang pilihan pilihan hidup mereka. Dibalut dengan petualangan dan beberapa pemecahan misteri. Seperti yang sudah sudah, saya dibuat tertawa dan kadang berdecak dengan kata kata humor yang  diselipi metafora serta filosofi khas John Green.  Misalnya :

“The rules of capitalization are so unfair to words in the middle of a sentence.” 

Atau 

“That's always seemed so ridiculous to me, that people want to be around someone because they're pretty. It's like picking your breakfast cereals based on color instead of taste.” 

Dalam novel ini seakan John Green mengajak kita untuk keluar dari zona nyaman “C’mon dont be so serious” cobalah hal hal atau perjalanan baru. Terlalu serius itu membosankan tapi  terlalu bebas juga mengkhwatirkan seperti yang diwakilkan oleh karakter Quentin dan Margo. Dan untuk masalah pilihan itu dia menyerahkan pada masing masing pembaca untuk memilih jalannya, karena setiap orang memiliki alasan serta sudut pandang  masing masing dalam memilih hidupnya. Untuk saya sendiri,  saya lebih menyukai karakter Quentin yang telah terkena campur tangan Margo.  Berkat Margo lah Quentin berhasil keluar dari zona nyamannya,  merasakan hal hal baru dan mengunjungi tempat tempat baru. Dia juga membuat Quentin lebih cerdas dengan klue klue yang ditinggalkan.  Disisi lain saya juga salut dengan keberanian dan jiwa bebas Margo. She is Tough Girl.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar